Hai para Orangtua, Tipe pola Asuh Mana yang Anda Terapkan Kepada Anak Anda?
Ada empat tipe
pengasuhan (Baumrind dalam John W.
Santrock, Life Span Development,
2009).yaitu:
1.
Authoritarian parenting,
2.
Authoritative parenting,
3. Neglectful parenting
4. Indulgent parenting.
Dalam pola asuh tersebut
ada 2 komponen yang membentuknya: Pertama,
Demandingness (tuntutan). Kedua,
Responsiveness (respon/dukungan). Yang dimaksud dengan demandingnessadalah suatu harapan, tuntutan dan target
yang ditetapkan oleh orang tua untuk dicapai oleh anak. Sedang responsivenessadalah
respons/dukungan atau
tanggapan yang diberikan olehorangtua kepada anaknya untuk mencapai hal
itu.
1.
Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)
Orangtua dengan tipe pengasuhan otoriter adalah orangtua yang memiliki tuntutan yang tinggi
namun respon dan dukungan kepada anaknya rendah. Anak diminta untuk memenuhi target yang sudah
ditetapkannya namun minim sekali dukungan dan perhatian. Hak dan
inisiatif anak sering diabaikan, kehendak/tuntutan orangtua dipaksakan,
jika tidak dilakukan yang diterima anak adalah hukuman!
2.
Tipe Mengabaikan (Neglectful Parenting)
Tipe orang tua dengan
pengasuhan seperti ini adalah yang lepas tangan; orangtua yang tidak memberi
tuntutan/target kepada anak untuk dicapai,
tetapi juga tidak memberi dukungan/support. Mereka membiarkan, tidak menetapkan batas pada anak.
Tidak terlibat atas kehidupan anak, rendah dalam kehangatan. Secara emosionalpun tidak mendukung
anak-anaknya. Kondisi yang terjadi di
rumah biasanya adalah minim komunikasi dan minim kepedulian kepada
anak.
3.
Pola Asuh Permisif (Indulgent
Parenting)
Orang tua dengan tipe pengasuhan seperti ini sangat terlibat
dengan anak-anak mereka, sangat responsif terhadap kebutuhan dan keinginan anak
bahkan memanjakan, tapi mereka sangat
kurang menetapkan tuntutan/target yang
harus dicapai dan kontrol atas anak-anaknya.
Orang tua yang
permisif ditunjukkan dengan mengijinkan anak melakukan apa sja
yang dia mau dengan hanya sedikit pembatasan. Membiarkan anak menjadi pusat perhatian.
4.
Tipe Atoritatif (Authoritative
Parenting)
Orang tua dengan tipe
outoritatif adalah mereka yang bersikap hangat dan “ngemong” anak-anaknya. Mau
mendorong, menguatkan anak-anaknya menjadi mandiri tetapi tetap dalam
batas-batas dan pengawasan. Mereka
membangun komunikasi yang luas dengan anaknya.
Antara tuntutan dan dukungan/respon orang tua kepada anak seimbang. Di satu sisi mereka meminta anak untuk taat,
disiplin dan mewujudkan target, di sisi
lain orang tua menunjukkan sikap hangat, penerimaan, dukungan dan kasih sayang.
Setelah melihat 4 (empat) pola pengasuhan itu, kita kembali ke pertanyaan utama di atas, jadi model pengasuhan seperti apa yang imam
Eli terapkan dalam keluarganya? Setiap
pola asuh yang diterapkan akan menentukan outputnya, dan itu terlihat dari
karakter dan perilaku anak-anaknya!
Pola asuh yang otoriter akan membuat anak-anak penakut, pendiam, tertutup, pasif dan tidak
punya inisiatif, gemar menentang, menjadi rendah diri, harga diri rendah (low self-esteem).
Minder, menarik diri, cemas,
rentan depresi.
Pola asuh permisif
akan menciptakan anak yang mudah terpancing emosinya/emosional, suka menentang,
tidak patuh, manja, tidak mandiri.
Egois, mau menang sendiri, tidak percaya diri, tidak matang secara
sosial, peragu, cenderung maunya
sendiri, sulit mengikuti
aturan/ketentuan yang tegas, memiliki
daya juang rendah, kurang disiplin/kurang bisa diatur.
Pola asuh mengabaikan, akan menciptakan anak yang
gampang merajuk, pemarah, emosional, agresif, tidak bertanggung jawab, tidak
mau kalag, harga diri rendah, bermasalah dalam hubungan dengan orang lain. Suka menyalahkan orang lain, suka mengasihani diri,
cenderung meminta orang lain untuk bisa memaklumi, pesimis dan merasa tidak aman (insecure).
Pola asuh otoritatif
akan menciptakan anak-anak yang mandiri, percaya diri tinggi, kreatif, berdaya
tahan tinggi, kooperatif, tegas.
Karen itu, supaya
peristiwa keluarga imam Eli tidak terjadi pada kita, jangan otoriter, jangan permisif/ memanjakan ataupun
mengabaikan/lepas tangan kepada
anak-anak kita. Selagi masih ada waktu mari kita berdedikasi memberikan
pendidikan dan pola asuh yang seimbang antara
tuntutan dan target (demandingness) yang kita harapkan dicapai
oleh anak dengan respon/dukungan atau
tanggapan (responsiveness) yang kita diberikan.
Alkitab menunjukkan
kepada kita bagaimana kita mendidik anak kita (isi/materinya) supaya benar pada jalurnya supaya tidak
menyimpang pada akhirnya. Seperti yang di sebut pada ayat pendahuluan
di atas. Kata “didik” (Ams 22: 6) ini
dalam bahasa Ibraninya adalah “ Chanak” yang memiliki
arti : melatih, mengabdikan dengan
sungguh-sunguh.Jadi
artinya, orangtua harus melatih
dan mengabdikan anak-anaknya dengan sungguh-sungguh kepada Allah dengan memberikan didikan moral dan spiritual/rohani yang
sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran
Tuhan. Kita harus mendidik anak dengan memisahkan mereka dari
pengaruh-pengaruh jahat dunia ini dan melatih mereka untuk hidup seturut
kebenaran Firman Tuhan, sehingga pada masa berikutnya dia tidak akan menyimpang
dari jalan yang sudah kita tanamkan.
Memang untuk mencapai
hal di atas tidak mudah, oleh karena itu
Alkitab juga menunjukkan cara
mendidiknya dengan sebuah ketegasan,
yaitu dengan menggunakan
disiplin-disiplin rohani berupa: tongkat
didikan (13: 24; 22: 15), hajaran (19: 18),
rotan/tongkat (Ibr. Shebet) = batang, tongkat, akar,
cabang, (Ams 23: 13-14; 29: 15), peringatan/teguran/hukuman/disiplin (Ibr.
Yasar).
“
Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya
dengan rotan. Engkau memukulnya dengan
rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. “ (Amsal 23:
13-14) “Tongkat dan teguran mendatangkan
hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya. Didiklah (Ibr. Yasar)
anakmu anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan
sukacita kepadamu. (Amsal 29: 15,17).