CATATAN SETELAH 1 TAHUN ANAK-ANAK KITA "TIDAK
SEKOLAH" SEBAGAIMANA SEMESTINYA
Apa masalah yang mereka hadapi dan apa dampaknya? Apa yang dapat kita lakukan sebagai orangtua
untuk mereka?
Mohon kita sebagai
orangtua merenung sejenak... Bahwa pandemi Covid-19 ini berdampak luar biasa
kepada anak-anak kita, di luar yang dapat kita perkirakan.
Per tgl 15 Maret 2021 ini
sdh 1 tahun mrk absent hadir di sekolah, sdh 1 thn mrk tidak belajar dg
semestinya dlm aspek apapun sbgmn mestinya spt saat tatap muka. Dalam laporan UNICEF Ada 214 juta siswa dr
TK -
SMA yg terdampak. 168 juta siswa di lbh 200 negara dan wilayah yg
sekolahnya ditutup shg hrs belajar secra online, ada 46 juta siswa di 23 negara
yg sempat belajar sebagian waktu secara tatap muka di sekolah. (Kompas.com, 15
Maret 2021)
Dalam kondisi spt ini anak2 nyaris tanpa kontrol dan disiplin, minim interaksi sehat dg guru dan teman2nya. Saat kelas online profile mrk nampak hadir di ruang Google Classroom, Google Meet, Zoom dan sejenisnya, tetapi tidak tahu apa yang mereka kerjakan di balik layar. Sangat bisa jadi mereka tiduran, bawahan hy pakai kolor, chattingan dg teman, buka Medsos, buka Youtube menyaksikan artis idola mrk bahkan bisa jadi buka situs2 dewasa!
Pun, di sisi lain harus
diakui bhw pada umumnya materi pelajaran yg disajikan oleh guru yg penting sdh
disampaikan, dan yg penting sdh mendengar, dari sisi anak. (Catatan: dlm hal
ini di Indonesia pada umumnya sekolah swasta jauh lbh baik dan lbh bertanggung
jawab dibandingkan dg sekolah negeri).
Saat ini juga terjadi
anti klimaks... Dulu mereka didisiplin
untuk tidak pegang HP. Hy pegang stlh plg sekolah dan stlh mengerjakan PR. Skr tiada menit tanpa HP. Dg HP di tangan, dibanding untuk belajar lbh
byk dipakai untuk (bkn lagi curi2) melihat Youtube dan Medsos. Saat ortu
menegur dijawab dg kata sakti: "Lagi
balajar, lagi tanya temen, lagi cari bahan." Tdk jarang orang tua yg
tegas mengawasi di fait accompli:
"Guru ngijinin... Guru yang nyuruh!"
Belum lg muncul dampak
lain dr kondisi ini, kedekatan anak kita dg kita bahkan kepatuhan anak kita dan
ototoritas kita atas anak kita telah dikudeta oleh internet, oleh HP yg ada di
tangan mrk tanpa kita dpt berbuat apa2.
Selanjutnya UNICEF
mencatat dampak dari anak tdk ke sekolah dan belajar dr rumah selama 1 thn ini adalah meningkatnya
pernikahan dini, kekerasan seksual, meningkatnya angkatan kerja usia anak2. Dan hal ini diamini oleh Komnas Perempuan,
bahwa pernikahan dini meningkat 3 kali lipat! (Kompas.com, 15 Maret 2021). Ampun
bang jago...!
Bukan soal berapa
nilai-nilainya - Sekolah bkn untuk mencari nilai, ttp mencari ilmu, memahami
pengetahuan, mengembangkan psikomotorik dan menguasai skill serta membangun
karakter - (di mana aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik ini secara efektif hy dpt dicapai dlm kelas tatap
muka), para siswa ini harus naik
kelas! Kementerian pendidikan sudah
bersabda bahwa tidak ada anak yg tinggal kelas.
Tetapi fakta dilapangan siswa tanpa disiplin dan effort yg ckp, tanpa
kemajuan karakter dan skill yg baik serta tanpa ketuntasan penguasaan materi
sbgmn yg sdh ditetapkan oleh sekolah,
hrs naik kelas?
Pertanyaan ini tentu tdk
dimaksudkan untuk memberontak kepada negara, atau menyalahkan para guru, meng-underestimate
upaya sekolah yg mungkin sdh berdarah2 atau menafikan usaha dan
kehadiran/keterlibatan murid. Itu semua
terjd krn kondisi yg tdk dpt
dihindarkan! Mau tidak mau hrs naik kelas (tidak mungkin 3 thn di grade yg
sama, bukan?)
Tetapi pesan utama dr
pertanyaan itu adalah bagaimana caranya membangun kelas online lbh berkualitas!
Betul, sekalipun kelas
daring memang tidak dpt sepenuhnya bisa menggantikan pengalaman dan dinamika
kelas konvensional, namun kelengkapan dan pengalaman yg mendekati kelas on side
hrs diterus diupayakan semaksimal mungkin. Misalnya bkn sj ada ulangan teori
ttp juga ada ulangan/ujian praktik, ada disiplin, ada bimbingan konseling, dan character building, diajar untuk simpati
dan empati antarsiswa sbg mahluk sosial, mengerjakan project2 kelas, latihan
membangun mindset yang sehat yg dpt menjawab kebutuhan jaman, dst. semua itu
tdk boleh hilang dr kelas online ini, ttp hrs trs dihadirkan.
Jika tidak, kekhawatiran
orangtua spt yang terwakili oleh Seno Samodro (Bupati Boyolali) akan jadi
kenyataan di Indonesia ini, yaitu akan munculnya generasi blank! (Dan saya
menyebutnya Generasi kopong!). Generasi blank atau generasi kopong adalah siswa dibiarkan
naik kelas begitu saja tanpa ada kegiatan belajar yg sempurna (spt pada saat
sekolah tatap muka).
Terbayang sj jika pandemi
ini berlangsung lbh lama misalnya 3 thn...!
Seno Samodro memberi gambaran: " Yang saya takutkan itu kalau
sekolah (tatap muka) tidak masuk-masuk. Kamu lulus SD, Coronanya 3 tahun, lha
tiba-tiba kamu sdh harus masuk SMA. Kamu SMA tapi pola pikirmya masih SD!"
(SoloPos 10/1/2021). Ini memang bisa sj terjadi dan jika terjadi akan sangat
bahaya bagi generasi ini. Oleh krn itu
perlunya memberi muatan dan bobot lebih pada kelas online/daring ini.
Tentu upaya untuk
menghasilkan anak/siswa yg tidak kopong dan tdk rentan "sakit" bkn
hanya tugas guru, tetapi jg tugas kita orang tuanya. Oleh krn itu mari kita
berhenti sejenak untuk tdk mengeluh dan tdk meratapi dampak dr Covid-19 ini
atas usaha atau pekerjaan kita... Mari sejenak kita merenung bahwa anak-anak
kita juga tdk kalah dahsyatnya terdampak Corona ini.
Kalau kita tdk ambil
bagian berkontribusi dalam pendidikan anak-anak kita (terutama membangun
kerohanian, karakter, skill dan mindset), maka sekali lagi anak-anak kita akan menjadi generasi kompong dan genarasi yang gampang
"sakit"! Kelihatannya besar, kelihatannya sdh kelas
lanjut, tetapi kosong...! Kelihatnya tubuhnya (luarnya) sehat, tapi jiwanya
(dalamnya) sakit.
Dalam masa ini kita
semua, orangtua, guru, anak-anak kita sbg murid dan pendidikan, bersama2 sedang
mengalami ujian yang sesungguhnya. Oleh
karena itu kita hrs bekerja sama ditunjukkan dg melakukan apa yg dapat kita
lakukan sesuai dg bagian kita masing2. Sekali lagi dengan sungguh2 memohon kpd
para guru dan orangtua, Jgn hanya ratapi gaji atau tunjanganmu yg berkurangan
dan usahamu yang mandek krn pandemi ini, tapi ratapilah jika pendidikan untuk
anak kita tidak terbangun sebagaimana mestinya.
Augusto Cury seorang
pendidik, psikiater dan ilmuwan memberi pesan
tegas kpd kita:
"Jika kita tidak membangun pendidikan, masyarakat modern
akan menjadi rumah sakit jiwa raksasa. Statistik menunjukkan bahwa stress
adalah hal normal dan sehat adalah abnormal!"