Dapatkah Kekhawatiran membawa Kita Kepada Hal yang Baik?
Kekhawatiran dapat membawa kita kepada Bapa di surga, atau
dapat menjauhkan kita dari-Nya. Tantangannya adalah bagaimana kita memilih
untuk menghadapinya. Penulis David Egner menawarkan perspektif alkitabiah dan
praktis tentang bagaimana kita dapat menempatkan kekhawatiran agar bermanfaat
bagi kita, daripada membiarkan kekhawatiran membinasakan kita. Dia menjelaskan
bagaimana kita dapat secara aktif memmercayai Tuhan dengan sesuatu yang tidak
diketahui dan mengalami keindahan dari kedamaian-Nya.
1. Biarkanlah Kekhawatiran Mengalihkan
Perhatian Anda kepada Tuhan
Ketika
kita khawatir, sebenarnya kita mengakui kebenaran bahwa kita tidak mampu untuk
memenuhi tuntutan hidup dengan kekuatan kita sendiri. Ini adalah momen kita
untuk mengingatkan diri kita tentang beberapa kebenaran penting tentang Tuhan.
Dia ada di mana-mana. Tidak peduli seberapa sendirian kita mungkin merasakan,
tidak ada tempat dimana Tuhan tidak bisa berada. Dia ada di mana-mana! (Mazmur
139:7–12; Yeremia 23:23–24).
Dia tahu segalanya. Dia tahu betapa takutnya kita, betapa buruknya perasaan kita, dan apa yang membuat kita takut. Semakin kita khawatir, semakin kita bertindak seolah-olah Tuhan tidak mengetahui situasi kita. Kita tidak tahu masa depan, tetapi Tuhan tahu; dan Dia mengetahui kebutuhan kita (Ayub 7:20; Mazmur 33:13¬-14). Tuhan maha kuasa. Orang-orang yang khawatir merasa bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan untuk menghentikan terjadinya hal-hal buruk—bahkan Tuhan sekalipun. Tetapi Allah memiliki kuasa yang tidak terbatas dan alasan bijaksana-Nya atas apa yang Dia izinkan (Kejadian 17:1; 18:14; Matius 19:26).
2. Biarkanlah Kekhawatiran Mengalihkan Anda
kepada Firman Yesus
Dalam Matius 6:25-34, Yesus menantang para pengikut-Nya untuk melihat bahwa kesempatan surga lebih penting daripada potensi hilangnya kehidupan. Dia mendesak mereka untuk percaya bahwa jika Tuhan memelihara burung-burung di langit dan bunga-bunga di ladang, Dia akan memelihara anak-anak-Nya. Yesus memahami kecenderungan kita, sehingga Dia mengingatkan bahwa kita sama seperti alam di sekitar kita, kita tidak dibuat khawatir. Burung harus makan, tetapi mereka tidak terobsesi dengan sakit kepala. Bunga “mengenakan pakaian”, tetapi mereka tidak harus dirawat karena penyakit maag. Bapa surgawi yang menjaga mereka.
3. Mengubah Kekhawatiran Menjadi Doa
Hanya
sedikit dari kita yang telah mengalami masalah seperti yang dihadapi rasul
Paulus. Namun terlepas dari semua ancaman dalam hidupnya, pemukulan, dan
kurungan, ia menulis kepada orang-orang Filipi: Janganlah hendaknya kamu
khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu
kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur, biarkan
permintaanmu diketahui Allah; dan damai sejahtera Allah, yang melampaui segala
akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus (Filipi 4:6-7).
Ketika
kita khawatir, kita perlu membawa kekhawatiran itu kepada Tuhan. Mintalah
bantuan-Nya. Mintalah dengan sungguh-sungguh kepada-Nya. Tuhan yang menyuruh
kita untuk meminta, mencari, dan mengetok akan memberi dan menolong kita
menemukan, serta Dia menjawab (Matius 7:7-8).
Rasul
Petrus menulis kepada orang-orang yang mengalami penganiayaan yang hebat dan
menawarkan alternatif ini terhadap khawatir: Rendahkanlah dirimu di bawah
tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya, serahkanlah
segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Dia yang memelihara kamu” (1 Petrus
5:6–7).
Ada
dua langkah yang terlibat dalam proses ini: Terimalah Apa yang Tidak Dapat Kita
Ubah. Alih-alih terurai secara emosional, atau menghindari kenyataan dengan
menyangkal kekhawatiran kita, kita dapat dengan rendah hati menerima bahwa
keadaan ini adalah bagian dari hidup kita. Berikanlah kepada Tuhan Apa yang
Tidak Bisa Kita Ubah. Kata-kata Petrus juga mendorong kita untuk menaruh
perasaan khawatir kita ke tangan yang berkuasa itu. Petrus mendesak kita untuk
menyerahkan perhatian kita kepada Tuhan, mempercayakan diri kita kepada Dia
yang peduli terhadap kita dengan mengirim Anak-Nya mati bagi kita.
Keputusan
untuk membiarkan kekhawatiran membawa kita kepada Dia yang telah mati bagi kita
adalah langkah pertama. Sejak saat itu, setiap masalah kehidupan, terlepas dari
seberapa meresahkannya, dapat membantu kita untuk peduli pada orang lain atau
memmercayai Tuhan untuk apa yang Dia sendiri mampu lakukan.
(Oleh: David Egner –
Terj.: Hardi Mega)